Bandung, Linipos.com – Beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, mengemukakan rencana pembongkaran Teras Cihampelas.
Hal tersebut, mengundang pro kontra dari pelbagai pihak, salah satunya respon dari DPRD Kota Bandung.
Menurut Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H., teras Cihampelas pada awalnya dibangun bertujuan untuk menciptakan ruang publik dan menjadi wahana berkembangnya UMKM.
“Dalam hal ini diperuntukan bagi PKL agar dapat direlokasi, supaya tidak macet, dan dibuat indah agar jadi tempat pariwisata menerapkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Menggabungkan area komersil, ruang publik dan pariwisata menjadi satu kawasan,” terang Radea, pada Senin (7/7/2025).
Dibangun pada tahun 2017 dengan anggaran sebesar 48 M dengan pengerjaan yang menyita waktu, membuat kemacetan, menutup sinar matahari ke rumah disekitarnya dan membuat harapan besar akan dampak dan manfaatnya. Namun sayangnya kondisi hari ini, teras cihampelas begitu sederhana, tidak terurus, sepi pengunjung, fasilitas pada rusak, kios tutup, menciptakan hujan abadi karena rembesan air.
Sering kali Pemerintah Kota Bandung beralasan hal tersebut diakibatkan COVID-19, alih-alih mencari sebab yang lebih dapat difahami, apakah salah perhitungan, salah lokasi, apakah gara-gara tidak ada tempat parkir, dan tentu juga pengelolaan dan pemeliharaan yang buruk berdampak sekali pada kesan orang yang berkunjung kesana.
“Sebagai Anggota DPRD Dapil 1 yang meliputi daerah Cihampelas, banyak sekali warga masyarakat mengeluhkan. Sehingga kita harus berpikir keras dan berkolaborasi untuk mencari solusi,” ungkapnya.
Harapan Masyarakat untuk Solusi Teras Cihampelas
Pada umumnya ada 2 hal yang disuarakan, pertama meminta keseriusan pemerintah untuk merevitalisasi, merenovasi dan betul-betul konsen agar Teras Cihampelas sesuai yang dijanjikan.
Kedua, sesuai dengan saran Gubernur Jawa Barat, agar dibongkar, agar dikembalikan seperti sebelum pembangunan.
“Berkaitan dengan hukum dan pemerintahan, dan terkait Aset daerah, perlu saya sampaikan dari segi hukum pengelolaan asset, berkaitan juga pada saran Gubernur Jawa Barat, namun bukan berarti saya mendukung itu. Terdapat saran agar teras cihampelas Dibongkar! Sepertinya lebih tepat bukan dibongkar, tapi sebagaimana aturan pengelolaan asset, harusnya dilakukan pemusnahan dan dengan dilanjutkan dengan Penghapusan Barang Milik Daerah, sebagaimana Permendagri No 7 tahun 2024 yang merupakan Perubahan Permendagri No 19 tahun 2016 tentang Pengelolaan Asset Daerah,” urai Radea.
Secara singkat Radea menjelaskan, barang milik daerah dalam hal ini Teras Cihampelas, dapat dilakukan pemusnahan dengan alasan tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pemusnahan dilakukan dengan cara: dibakar; dihancurkan; ditimbun; ditenggelamkan; atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tentu cara yang paling tepat yaitu dihancurkan,” pungkasnya.
Prosedur Pemusnahan atau Pembongkaran
Radea menyarankan, mekanisme berdasarkan aturan cukup jelas, pengguna barang dalam hal ini dinas terkait mengusulkan pemusnahan dengan alasan yang berdasar, baik hasil kajian maupun hasil kerjanya kepada pemegang kekuasaan pengelola barang milik daerah yaitu Wali Kota Kota Bandung.
Dalam memutuskan persetujuan tentu dibantu dengan pertimbangan dari Pengelola Barang yaitu Sekda dan Pejabat Penatausahaan Barang yaitu Kepala BKAD.
“Namun perlu ditekankan disini, pihak Pengguna harus dapat menggambarkan betul-betul alasan dan pertimbangannya demi kebaikan Kota Bandung apabila memohonkan pemusnahan. Tentu bukan karena saran Gubernur Jabar semata, tapi harus alasan komprehensif dan berdasar,” jelasnua
Berdasarkan aturan, Wali Kota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, Wali Kota diberi kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui berdasarkan alasan pengguna barang dan pertimbangan pengelola dan penatausahaan.
Berbeda dengan ketika akan memindahtangankan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD, dalam hal pemusnahan tidak diatur demikian.
Sehingga peran krusial ada di pemerintahan baik persetujuan pemusnahan, pelaksanaan pemusnahan dan juga pada penghapusan berdasarkan pemusnahan.
“Untuk mekanisme penghapusan, apabila memang permohonan pemusnahan disetujui, lalu dilakukan pemusnahan oleh pengguna barang dan dibuatkan berita acara pemusnahan, setelah itu baru dilakukan penghapusan barang milik daerah yang disebabkan karena pemusnahan. Semua harus betul-betul sesuai prosedur,” terangnya.
Radea memberikan dua rekomendasi, cara memandang sesuatu akan berpengaruh bagaimana cara menyelesaikannya.
Pertama, Pemerintah Kota Bandung harus berupaya keras untuk merevitalisasi, merenovasi, menjawab tantangan tantangan, meskipun tidak mudah dengan keterbatasan bahkan kesalahan awal yang berdampak sekarang.
Pemerintah harus memformulasikan strategi yang tepat dalam memaksimalkan kinerja OPD dan berkolaborasi dengan pihak ketiga jika dibutuhkan.
Kedua, tentu mengambil langkah yang diperbolehkan dengan prosedur yang diatur dalam aturan pengelolaan barang milik daerah dengan menempuh Pemusnahan dan Penghapusan. Harus dilakukan dengan teliti, hati-hati dan juga berdasarkan aturan.
“Kedua rekomendasi tadi tentu selalu mempunyai resiko, namun apabila Wali Kota dan pemerintahan berhasil memberikan solusi maka itu akan sangat membuktikan kepiawaian dan realisasi spirit Bandung Utama. Masyarakat akan senang sekali. Saya yakin itu,” tegas Radea. **